Selasa, 10 Februari 2009

Dari Tuba Jadilah Danau Toba



Didongengkan kembali oleh : Sahala Napitupulu

Di jaman na robi, tersebutlah dalam turi-turian orang-orang tua Batak kisah tentang terjadinya Danau Toba. Adalah seorang dewi cantik yang tinggal di banua ginjang (dunia atas) yang melanggar adat para dewa, sehingga dia mendapat hukuman dari Mula Jadi Na Bolon, sang penciptanya. Mula Jadi Na Bolon mengubah dewi yang cantik itu menjadi seekor ikan, dan melemparkannya ke banua tonga (dunia tengah) tempat tinggalnya manusia.

Di bagian utara Sumatera, hiduplah seorang pemuda. Mata pencahariannya bertani dan mendurung ikan. Dia kesepian. Kedua orangtuanya telah lama meninggal. Tubuhnya kekar. Wajah tampan. Tetapi, ditengah kesepiannya yang teramat dalam, dia sering memanjatkan doa memohon supaya Mula Jadi Na Bolon memberinya seorang istri sebagai pendamping hidupnya. Mula Jadi Na Bolon kasihan mendengarkan doanya. Suatu malam, dalam mimpinya dia mendapat isyarat dari Mula Jadi Na Bolon bahwa dia akan mendapatkan seorang istri yang cantik.

Sudah berhari-hari mimpinya itu berlalu. Seperti biasa, sang pemuda pun pergi mendurung ikan. Namun, aneh, hari itu, dari pagi hingga sore, tak seekor ikan pun berhasil dia dapatkan. Dia bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba matanya melihat seekor ikan besar berwarna kuning keemasan melntas di air sungai. Segera dia turun kembali ke dalam air dan menangkap ikan tersebut dengan jalanya. Ikan itu segera dia bawa pulang.

Di rumahnya, sang pemuda berlama-lama menatap ikan tersebut. Hatinya dilanda kebimbangan. Dia ingin memasak ikan itu sebagai lauknya malam itu karena dia sudah sangat lapar. Tapi, karena warna ikan itu sangat indah dipandang mata, maka ia merasa tak sampai hati untuk memasaknya. Setelah beberapa saat, akhirnya dia mengurungkan niat untuk memasak ikan tersebut dean memasukkannya kedalam wadah besar untuk dipelihara. Dia pun berangkat tidur dengan menahan rasa lapar.

Pagi hari, dalam pesona keindahan saat matahari baru terbit, dia sudah berada di ladangnya. Dia menanam padi dan menyiram sayur-sayuran. Maka, seperti biasa, apabila tengah hari, dia pun pulang ke rumah untuk makan siang. Setiba di rumah, betapa dia terkejut, karena makanan lengkap dengan lauknya sudah tersedia. Dia melihat kesekeliling, tapi seorang pun tak. Dia melongok ke dalam wadah. Ikan itu pun masih berada dalam tempatnya. Dia tak habis pikir. Dan dalam sekejap saja makanan tadi habis dilahanya karena lapar.

Demikianlah berulang-ulang terjadi setiap hari. Manakala dia pulang tengah hari dari ladangnya, makanan telah tersedia. Tetapi, siapakah gerangan yang telah memasak makanan itu ? Dia tak pernah tahu. Didorong oleh rasa penasaran, suatu pagi sang pemuda pun keluar dari rumah. Dia berjalan seolah-olah seperti biasa menuju ke ladang. Namun, ditengah jalan, dia berbelok kembali ke rumah dan bersembunyi di balik rimbun pohon. Dari situ dia dapat melihat keadaan rumahnya.

Lama sang pemuda mengamati, namun tak ada satu pun tanda-tanda ada orang didalam rumahnya. Dia terus menunggu dan mengamati. Dia mulai didera rasa bosan. Beberapa lama kemudian, tiba-tba tampak asap mengepul keluar dari dapur rumahnya. Dia cepat-cepat keluar dari persembunyiannya. Dia melangkah memasuki rumah. Tapi, dia hampir tak percaya melihat didalam rumahnya ada seorang wanita cantik.
“ Siapakah kamu sesungguhnya. Dan apa yang sedang kamu lakukan ? “ katanya setelah menangkap wanita tersebut. Wanita itu terkejut tapi diam seribu bahasa. Sang pemuda melihat kedalam wadah tapi ikannya tak ada disitu.
“ Kamu apakan ikan saya ? Mana ikan yang ada dalam wadah ini ? “ tanyanya. Beberapa saat, dia melihat wanita itu mulai menangis. Sang pemuda semakin heran.
“ Sayalah ikan itu, “ jawab wanita itu kemudian. Lalu, dia menceritakan asal-usulnya dan kutukan yang dia terima karena melangar adat para dewa di banua ginjang. Sang pemuda terdiam. Kini, dia mengerti bahwa ikan itu menjadi wanita cantik karena sudah terbebas dari kutukan.
“ Sekarang, maukah kamu menjadi istriku ? “ tanyanya beberapa saat kemudian. Wanita itu tetap diam membisu.
“ Mengapa engkau diam ? Jadilah engkau istriku, “ desak si pemuda lagi.
“ Baiklah jika itu kehendakmu. Tetapi, dengan satu syarat,” pintanya.
“ Apakah syarat yang engkau pinta ? “
“ Kelak, jika kita sudah memliki anak, maka jangan sekalipun engkau pernah berkata kepada anak kita bahwa dia berasal dari ikan “ ujarnya kepada sang pemuda. Pemuda itupun bersumpah akan memegang janjinya. Mereka pun menikah.

Bertahun-tahun rumah tangga mereka tampak bahagia. Terlebih-lebih setelah mereka memiliki seorang bocah lelaki. Namun, sayangnya, anak ini semakin besar semakin menunjukkan kenakalan. Kerjanya banyak bermain dan pulang ke rumah ketika perutnya sudah lapar. Kedua orangtuanya sering menasehati, tetapi tak pernah dia perhatikan.

Hingga pada suatu hari, demikian menurut turi-turian dalam homepage nainggolan.net, ibunya menyuruh anak itu mengantarkan makanan untuk ayahnya di ladang. Tapi, apa yang dilakukannya ? Anak ini menyembunyikan makanan tadi dan pergi bermain bersama teman-temannya. Puas bermain, anak ini pun merasa lapar. Dia mengambil makanan yang dia sembunyikan tadi. Dan melahap nasi bungkus untuk ayahnya itu. Setelah itu baru dia pergi ke ladang dan menyerahkan bungkusan kosong kepada ayahnya. Ketika sang ayah membuka bungkusan titipan istrinya itu, betapa dia terkejut karena hanya menemukan tulang ikan di dalam bungkusan.
“ Anakku, mengapa hanya tulang ikan isi bungkusan ini ? “
“ Tadi habis bermain bersama kawan-kawan, perutku terasa lapar Among (bapak), jadi aku memakannya, “ jawabnya ringan. Mendengar ucapan anaknya itu, emosi sang ayah mendidih. Dari pagi dia merasa lapar sehabis kerja keras mengolah ladang. Dan siang ini dia hanya mendapat tulang ikan saja. Maka, dengan nada marah, sang ayah pun berkata kepada anaknya “ Betulah kamu memang anak ikan ?!” bentaknya keras terhadap anaknya itu. Sang anak terkejut dan menangis. Segera dia berlari pulang ke rumah menemui ibunya.
“ Inong (ibu), tadi kata among bahwa aku ini anak ikan, betulkah ? “ tanyanya terisak. Ibunya terkejut. Sekejap air matanya pun mengalir menyesali perbuatan suaminya.
“ Suamiku, engkau telah melanggar sumpahmu, “ katanya sedih.

Seketika langit menjadi gelap. Petir dan angin gemuruh menderu-deru. Hujan dan badai pun sambar menyambar. Sang ibu dan anak itu tiba-tiba raib. Tapi, dari bekas telapak kaki mereka kemudian muncul mata air. Airnya keluar dengan sangat keras dan lama kelamaan membentuk sebuah danau. Pada mulanya, orang menyebutnya Danau Tuba (artinya danau tak tahu berbelas kasih). Tetapi, karena lidah orang Batak susah menyebut Tuba, maka Tuba berubah menjadi Toba. Dan, jadilah Danau Toba.


* Cerita legenda ini telah dimuat sebelumnya di majalah TAPIAN, edisi Juli 2008.