Selasa, 02 Juni 2009

Dalihan Na Tolu Tetap Berkilau di Brisbane





Teks & foto oleh : Martua Hutabarat


“...Let’s have a barbie this afro in Guyatt Park, and don’t forget to bring your own coldies...”

Seorang penulis dan ahli sosiologi beranggapan bahwa ada beberapafaktor yang menyebabkan semakin terkikisnya modal sosial di masyarakat itu, diantaranya kemajuan teknologi, materialisme dan individualisme. Masyarakat tidak lagi berkomunikasi dengan tetangganya, bertegur sapa, dan bahkan terputus hubungan dengan sahabat atau keluarga dan familinya, serta semakin berkurang berinteraksi dengan lingkungannya. Segala kebutuhannya dapat dipenuhi melalui teknologi, seperti internet. Menonton film-film terbaru, belanja, bahkan bertegur sapa, dapat dilakukan dari rumah. Secara fisik, mereka semakin terasing dari lingkungannya.

Namun, hal ini tidak (belum) terjadi di komunitas Batak yang ada di Brisbane, Australia. Rasa kekeluargaan, dan juga persaudaraan yang kental serta keinginan untuk berkumpul dan bersosialisasi masih tertanam kuat di darah masyarakat Batak. Salah satu buktinya adalah pesan singkat yang tertera di awal tulisan ini, yang dalam bahasa Indonesia, “ Ayo kita mengadakan acara barbeque di Guyatt Park, dan jangan lupa bawa minuman”.

Pesan tersebut biasanya dikirim melalui sms atau electronic mail. Saling berkomunikasi dan bertegur sapa tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan masyarakat Batak, dimanapun mereka berada. Kemajuan teknologi tidak menghalangi persekutuan dan saling tegur sapa, dan itu merupakan bukti bahwa modal sosial seperti komunikasi, saling interaksi dan aktivitas sosial yang semakin memperkuat kohesi diantara mereka, masih tertanam kuat dan berakar pada masyarakat Batak. Dan ini jugalah salah satu yang membedakan masyarakat yang berbudaya Timur dan yang berbudaya Barat.

Australia merupakan negara benua yang multi etnis. Secara goegrafis dan politis sangat berkepentingan dengan Indonesia, dan daratannya (7,6 juta km2) tiga kali lebih luas dari Indonesia, namun penduduknya hanya sepersepuluh total penduduk Indonesia, yakni lebih kurang 21 juta jiwa.

Mengadu nasib

Mantan Duta besar Indonesia untuk Australia, Sabam Siagian, pernah mengatakan bahwa secara langsung dan tidak langsung, keamanan Australia ditentukan oleh Indonesia. Situasi dan kondisi di Indonesia juga menentukan situasi dan kondisi di Australia.. Republik Indonesia yang stabil inilah akhirnya menjadi semacam tameng geopolitik yang menenteramkan bagi Australia sehingga rasa keterpencilannya sebagai negara yang berbudaya “ Barat “ yang dikelilingi oleh negara-negara Asia yang berbudaya “ Timur “ kurang lebih dapat diatasi. Selain itu, Indonesia juga membutuhkan Australia karena keunggulannya di bidang teknologi, sains dan manajemen organisasi. Banyak pelajar, bahkan masyarakat indonesia mengadu nasib dan peruntungannya di Negeri Kangguru tersebut.

Komunitas Batak Brisbane tergabung dalam beragam kegiatan dan organisasi, dan salah satunya adalah WKI atau warga Kristen Indonesia. WKI merupakan wadah bagi warga Indonesia di Brisbane yang beragama Kristen dan berasal dari denominasi gereja yang berbeda dan berasal dari suku-suku yang ada di Indonesia. Seperi Batak, Jawa, Manado, Ambon, Papua, Dayak dan juga warga Indonesia yang menikah dengan orang Australia. Selain itu, baik yang sudah permanent resident ataupun temporary juga bergabung di WKI. Acara ibadah diadakan bergantian, terkadang di Gereja, taman, atau dirumah keluarga Kristen Indonesia. Setiap keluarga atau pribadi membawa makanan atau minuman masing-masing, atau di Australia terkenal dengan istilah BYO (Bring Your Own), kemudian dikumpulkan untuk dikonsumsi bersama.

Salah seorang tokoh masyarakat Batak yang telah tinggal lebih dari 30 tahun di Brisbane, Amang Togar Siahaan, mengungkapkan bahwa tidak ada organisasi resmi untuk komunitas Batak, apalagi kumpulan marga-marga seperti yang lazim ditemui di Indonesia. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa komunitas batak di Brisbane tidak terlalu banyak, dan jumlah atau populasinya kurang dapat diketahui dengan pasti.

Albert Hutabarat, yang juga merupakan tokoh masyarakat Batak di Brisbane juga sependapat dengan hal tersebut. Jumlah pasti orang Batak tidak dapat diketahui karena umumnya masyarakat yang datang ke Brisbane adalah pelajar atau pekerja yang tinggal sementara di Brisbane. Hal ini menyebabkan sangat sulit untuk memastikan jumlah masyarakat Batak di Brisbane. Kedua tokoh masyarakat ini sudah menjadi permanent resident di Brisbane, dan bahkan sudah membuka usaha sendiri.

Namun, jumlah yang sedikit, tidak menjadi penghalang untuk berkumpul dan bertemu serta menjalin keakraban dan kekeluargaan satu dengan yang lainnya. Sebagian besar masyarakat Batak yang berada di Brisbane juga adalah mahasiswa. Umumnya mereka study tingkat lanjut di beberapa Universitas yang terdapat di Brsibane, seperti The University of Queensland dan Queensland University of Technologuy. Para mahasiswa Batak tersebut, ada yang studi dibiayai oleh orangtua, namun ada juga yang dibiayai oleh sponsor, baik dari Indonesia dan dari luar negeri, termasuk beasiswa pemerintah Australia. Masa studi mereka beragam, antara 2 sampai 5 tahun, tergantung dari program yang dipilih.

Saling Berbagi Saling Bercerita

Masyarakat Batak sangat menjunjung tinggi adat dan kebiasaan positif di mana pun mereka berada. Prinsip “Dalihan Na Tolu” merupakan akar kuat dalam bermasyarakat dan berinteraksi dengan keluarga yang menjadi ciri khas spesifik masyarakat Batak yang tidak dimiliki oleh suku atau bangsa lain. Prinsip itu juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan di Brisbane Australia. Komunitas Batak yang ada di Brisbane menganggap bahwa mereka adalah satu keluarga, sehingga sudah selayaknya saling menghormati, dan saling mendukung di tanah orang. Mengenai acara-acara adat, umumnya masyarakat Batak mengadakannya di Bona Pasogit, seperti pesta pernikahan. Hal ini karena komunitas batak yang ada di Brisbane tidak terlalu banyak. Namun, setelah acara di Bona Pasogit tersebut, biasanya akan diadakan acara kebaktian atau ibadah di Brisbane. Seperti ibadah bulanan WKI, diisi dengan acara saling berbagi, saling bercerita dan tentu saja yang terutama, beribadah.

Mahasiswa Batak yang studi di University of Queensland biasanya menyumbang lagu pujian di setiap ibadah bulanan WKI. Selain itu, masyarakat Batak yang ada di Brisbane juga terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan seni dan kebudayaan. Salah satu yang sangat terkenal di Brisbane adalah “ Angklung Performance “. Di setiap acara-acara besar dan juga acara kesenian, selalu ada permintaan untuk menampilkan permainan angklung, dan masyarakat Brisbane sangat menghargai dan mengapresiasi kesenian dan budaya yang sangat beragam dimiliki oleh Indonesia.

Saat ini sedang didiskusikan untuk membentuk kelompok kesenian Batak, yang dapat menampilkan tarian tor-tor ataupun lagu dalam bahasa Batak. Lebih lanjut, ada keinginan dari mahasisa dan mahasiswi Batak yang ada di Brisbane untuk membentuk suatu organisasi resmi komunitas Batak, dan tentu saja hal ini perlu didiskusikan dengan orang tua Batak yang ada di Brisbane.

Putra dan Putrinya

Salah satu prinsip atau tradisi turun-temurun masyarakat Batak yang sangat membanggakan adalah prinsip “anakkon ki do hamoraon di ahu”. Dimanapun orang Batak berada, prinsip yang sudah menjadi salah satu falsafah hidup orang Batak ini, selalu menjadi patokan yang mendasari aktivitas atau motivasi mereka dalam mendidik anak-anaknya. Sebisa mungkin, pendidikan bagi anak-anaknya diberikan hingga ke jenjang yang paling tinggi, atau memberikan pendidikan seni sesuai dengan talenta atau keterampilan anak-anaknya.

Pak Albert Hutabarat, misalnya, memberikan les atau keterampilan bermain piano bagi putrinya, dan mendapat ujian atau sertifikasi dari pemerintah setempat. Putrinya yang sangat mahir bermain piano ini sering diundang pada acara-acara ibadah atau kegiatan lainnya. Meskipun usianya masih sangat belia, namun dengan talenta, kemampuan berbahasa Inggris dan pemahaman notasi yang luar biasa, bukan hal yang mustahil akan muncul pianis Batak andalan dari Australia. Dan inilah yang juga menjadi harapan orang tuanya, dengan memberikan kesempatan untuk belajar seluas-luasnya kepada putra dan putrinya.

Pertemuan-pertemuan, saling berkomunikasi dan beribadah merupakan salah satu kunci untuk dapat bertahan di negeri orang. Selain itu, pemeliharaan Tuhan juga patut disyukuri. Salah seorang anggota masyarakat Batak mengatakan bahwa doa dan perenungan akan Firman Tuhan serta iman kepada Allah yang hidup merupakan modal utama dan bekal hidup untuk dapat berhasil dan bertahan di negeri orang. Salah seorang pemuda Batak yang tergabung dalam komunitas Batak Brisbane tersebut memberikan salah satu ayat Alkitab yang menjadi pegangannya dalam merantau, yakni Yosua 1:8 “Unang meret buku ni patikon sian pamanganmu, sai pingkirpingkiri ma i arian dohot borngin, asa diradoti ho, jala dipatupa ho, hombar tu sude na tarsurat di bagasan i, asa maruntung ho di angka dalanmu, jala marmulia parulaonmu”.

Itulah sekilas mengenai kehidupan dan aktivitas masyarakat Batak yang terdapat di Brsibane, Australia. Tentu saja, untuk mempertahankan eksistensinya, selain berinteraksi dengan sesama warga Indonesia, hubungan dengan masyarakat Australia juga mutlak diperlukan. Dan, tentu saja, tradisi turun temurun yang menjadi ciri khas orang Batak tersebut tetap dipertahankan dan dilaksanakan dimanapun mereka berada. Horas!

* Dosen di Universitas Negeri Papua, manokwari, Papua Barat.

* Tulisan ini telah dimuat dimajalah TAPIAN edisi Juni 2009.